Harga Minyak Dalam Kondisi Tertekan Kembali

0
164

JAVAFX – Harga minyak dalam kondisi tertekan kembali alias belum mampu bangkit hingga perdagangan awal pekan sore ini seakan investor terinspirasi untuk kuatir akan produksi minyak OPEC masih terus meningkat di bulan lalu yang diimbangi oleh akan tingginya permintaan minyak global.


Pada perdagangan bursa komoditi dari pagi hingga sore hari ini, minyak masih bergerak sedang-sedang saja namun terkesan bergerak dengan sisi jualnya sebagai bentuk aksi ambil untung sejenak pasca perdagangan akhir pekan lalu yang berhasil ditutup menguat didorong oleh akan besarnya permintaan minyak global.

Faktor tingginya produksi minyak OPEC tersebut, membuat harga minyak jenis West Texas Intermediate kontrak September di bursa New York Mercantile Exchange divisi Comex untuk sementara bergerak melemah $0,20 atau 0,41% di level $48,62 per barel.

Sedangkan minyak jenis Brent kontrak September di pasar ICE Futures London untuk sementara melemah $0,31 atau 0,60% di harga $51,79 per barel.

Minyak sendiri gagal menguat setelah proses refinasi atau penyulingan atau pengolahan minyak mentah China naik 0,4% di Juli lalu atau setara dengan menyuling 45,5 juta ton atau sekitar 10,71 juta barel perhari, demikian ungkap National Bureau of Statistic tadi pagi.

Angka yang diungkap NBS merupakan jumlah harian terendah sejak September 2016, demikian ungkap Reuters.

Meskipun diperkirakan ada perlambanan produksi dan permintaan di China, namun International Energy Agency menyatakan bahwa permintaan minyak global di akhir tahun ini diperkirakan mencapai 1,5 juta barel perhari, atau naik dari perkiraan 3 bulan lalu sebesar 1,4 juta barel perhari.

Seperti terungkap beberapa pekan lalu dimana perdagangan ditutup dengan sisi pelemahannya kembali mengakhiri sisi beli yang kuat sebagai bentuk aksi jual yang panik setelah dari pertengahan Juli hingga minggu kemarin, harga minyak selalu berkisar antara $45 hingga $52 per barel.

Tampaknya bahwa minyak WTI punya sisi resistansi yang kuat di level $50 perbarel.
Investor minyak serasa terjebak dengan suasana harga tersebut karena mereka sangat kuatir terhadap masa depan dari komitmen pemangkasan produksi minyak OPEC dimana kepatuhan komitmen mereka kembali merendah, sepertinya investor minyak bersikap skeptis terhadap hasil rapat OPEC pekan lalu yang hanya ada sebuah retorika belaka.

International Energy Agency yang berbasis di Paris, menyatakan akhir pekan lalu bahwa bahwa produksi minyak dari OPEC pada Juli lalu mengalami kenaikan sebesar 230 ribu barel perhari menjadi 32,84 juta barel perhari.

OPEC sendiri kamis lalu menyatakan bahwa produksi minyaknya naik 0,5% atau 173 ribu barel perhari menjadi 32,87 juta barel perhari.

Kenaikan ini ditunjang dari produksi yang mulai membesar di kilang Libya dan Nigeria.

OPEC juga memperkirakan bahwa permintaan minyak di tahun ini meningkat sekitar 100 ribu barel perhari sehingga akhir tahun ini diperkirakan permintaan minyak akan bertambah sekitar 1,37 juta barel perhari.

Namun IEA juga memberikan laporan bahwa permintaan minyak dunia hingga akhir 2017 ini akan mengalami kenaikan menjadi total 97,6 juta barel perhari.

Namun IEA juga menyoroti masih lemahnya kepatuhan anggota OPEC dalam menjalankan komitmen pemangkasan produksi minyak untuk OPEC 1,2 juta barel perhari dan non-OPEC 600 ribu barel perhari.

Hingga akhir Juli lalu, tingkat kepatuhan anggota OPEC telah menurun, dari 77% di Juni menjadi 75% di Juli lalu, dan non-OPEC hanya 67% atau kelebihan 470 ribu barel perhari, sehingga ini menandakan komitmen tersebut makin memberikan nilai suplai yang masih besar.

IEA mencatat meski Arab Saudi akan menaikkan pemangkasan produksinya, namun Libya dan Nigeria masih sulit dikendalikan kestabilan produksinya, seperti yang terlihat di akhir pekan lalu kondisi kilang milik Shell di Nigeria ditutup karena gangguan keamanan.

Sedangkan Baker Hughes sendiri mengaktifkan 3 kilang minyaknya di pekan lalu, namun secara umum dalam 3 minggu terakhir ini, dibukanya kembali kilang tersebut menandakan bahwa eksplorasi minyak AS sedang terbatas karena para produsen minyak di AS sedang membatasi belanja investasinya.

Sumber berita: Bloomberg, Investing, MarketWatch, Reuters
Sumber gambar: Alalam News Network