Taiwan, yang dikenal akan perekonomiannya pada sektor teknologi yang canggih, akan ikut serta dalam forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di San Francisco pada minggu ini.
Keikutsertaan Taiwan pada forum APEC memberikan sebuah kesempatan langka bagi negara kepulauan yang memiliki pemerintahannya sendiri dan berpenduduk 23 juta orang itu untuk mematahkan embargo diplomatik yang diberlakukan oleh China yang otoriter.
Ketua delegasi Taiwan akan hadir sebagai warga sipil dan bukan tokoh pemerintah atau kepala negara, berdasarkan aturan tidak tertulis untuk memenuhi permintaan China yang menyatakan bahwa anggota organisasi tersebut berpartisipasi sebagai entitas ekonomi dan bukan sebagai pelaku negara.
Untuk ketujuh kalinya, Taiwan akan diwakili oleh Morris Chang, 92, pendiri Perusahaan Manufaktur Semikonduktor Taiwan yang terkemuka di dunia.
Chang dikenal sebagai bapak pelopor industri yang menempatkan Taiwan di peringkat teratas manufaktur teknologi tinggi dan perangkat elektronik pribadi.
Taiwan telah berpartisipasi dalam APEC sejak tahun 1991 dengan nama Chinese Taipei.
Taiwan mulai ambil bagian hanya dua tahun setelah berdirinya kelompok tersebut dan pada tahun yang sama ketika China dan kota semi-otonom Hong Kong di China bergabung.
Taiwan mengandalkan pensiunan menteri – dan dalam kasus Chang, para pemimpin industri – yang memiliki koneksi baik dengan pemerintah tetapi tidak memikul beban jabatan formal, yang dapat memicu protes dari China.
Namun bukan berarti pemerintah Taiwan tidak terwakili.
Menteri Keuangan Chuang Tsui-yun akan menghadiri pertemuan yang dipimpin oleh Menteri Keuangan AS Janet Yellen, yang baru-baru ini mengunjungi Beijing, dan dua menteri lainnya akan menghadiri pertemuan pada hari Selasa (14/11) dan Rabu (15/11).
Taiwan menjadi topik utama Sebagai koloni Jepang hingga akhir Perang Dunia II, Taiwan berpisah dari China daratan di tengah perang saudara pada tahun 1949.
China terus mengklaim pulau itu sebagai bagian dari wilayahnya, dan akan dianeksasi dengan kekerasan jika perlu.
Ancaman ini dilakukan China setiap hari dengan mengirimkan kapal dan pesawat tempur di sekitar pulau itu.
Tindakan intimidasi politik ini berpotensi melemahkan ketahanan operasional peralatan dan personel militer pulau tersebut.
Taiwan hanya memiliki sebagian kecil dari kekuatan udara, laut dan rudal yang dimiliki oleh Tentara Pembebasan Rakyat China, belum lagi kekuatan daratnya, dan sangat bergantung pada pemuda yang melakukan wajib militer untuk mengisi barisan militernya.
Namun, Taiwan dalam beberapa tahun terakhir telah banyak berinvestasi dalam peningkatan pembelian senjata dari Amerika Serikat, serta meningkatkan industri pertahanannya sendiri, terutama membangun kapal selam yang dapat melemahkan ancaman angkatan laut China.
Sebagian hal ini terjadi sebagai respons terhadap unjuk kekuatan China seperti kapal induk yang berlayar melalui Selat Taiwan yang penting secara ekonomi dan mengirim pesawat serta drone untuk mengelilingi pulau itu.
Meskipun AS tidak memiliki perjanjian militer dengan Taiwan, berdasarkan undang-undang federal, AS berkewajiban memastikan pulau tersebut dapat mempertahankan diri dan memperlakukan semua ancaman terhadap pulau tersebut sebagai hal yang sangat memprihatinkan.
Hal ini, ditambah dengan serangkaian aliansi Washington mulai dari Jepang, Korea Selatan, dan Filipina, serta penolakan AS untuk mengakui klaim China atas hampir seluruh Laut China Selatan.
Pemimpin China Xi Jinping bisa menjadikan Selat Taiwan sebagai tempat yang potensial jika ia ingin memenuhi tekadnya untuk menyatukan apa yang ia pandang sebagai wilayah sejarah China dan memperkuat warisan politiknya.
China terutama menginginkan diakhirinya penjualan senjata AS ke Taiwan, termasuk jet tempur F-16 model terbaru, dan jaminan bahwa Amerika Serikat tidak akan memberikan dukungan elektoral kepada Partai Progresif Demokratik Taiwan yang pro-kemerdekaan.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby, pada Rabu (15/11), mengatakan bahwa salah satu poin yang akan dijelaskan oleh Presiden Joe Biden kepada Presiden Xi adalah bahwa AS, sesuai dengan hukumnya, akan terus memberikan “kemampuan pertahanan diri untuk Taiwan.” Politik sedang dimainkan Meskipun pemulihan perekonomian China tengah lesu akibat pandemi COVID-19, termasuk tingginya pengangguran kaum muda dan utang besar yang diakibatkan oleh sektor perumahan yang terlalu besar, Xi tetap meneruskan visinya agar China dapat meraih kembali posisi bersejarahnya sebagai pusat kebudayaan, politik, dan ekonomi di Asia Pasifik.
Taiwan, dengan sistem multipartai yang sebagian besar berfokus pada isu-isu lokal dan dengan konsensus luas yang mendukung pemisahan politik dari China, menghadirkan tantangan unik bagi mereka yang mengambil keputusan di dalam kompleks kepemimpinan tertutup Zhongnanhai, yang telah berdiri sejak era Dinasti Qing, di Beijing.
Hampir seluruh anggotanya yang terdiri dari laki-laki dan terlindungi dari media, jajaran anggota kepemimpinan tersebut membuat Hong Kong terpuruk setelah protes pro-demokrasi pecah di bekas jajahan Inggris itu pada tahun 2019.
China sebelumnya berusaha mempengaruhi politik Taiwan melalui ancaman militer, dan juga dengan menggunakan pendekatan “hukuman dan hadiah” terhadap peluang ekonomi di China daratan dan dengan membujuk para politisi, terutama dari Partai Nasionalis utama, yang juga dikenal sebagai Kuomintang, atau KMT, untuk ikut serta dalam upaya tersebut dengan melangsungkan pertemuan bersama pejabat tingkat tinggi di Beijing.
Media Taiwan juga telah dibujuk untuk memuat berita yang kritis mengenai status fakta kemerdekaan, terutama melalui struktur kepemilikan para media itu, yang melibatkan investasi besar di China daratan.
Pada akhirnya, semuanya bergantung pada pemilih di Taiwan.
Pemilihan presiden dan legislatif pada bulan Januari mendatang akan menjadi penentu terbaik apakah masyarakat ingin tetap pada jalurnya atau menginginkan akomodasi yang lebih baik dengan Beijing.
Wakil Presiden saat ini, William Lai, tampaknya berada dalam posisi yang kuat untuk memenangkan setidaknya sebagian besar suara dalam upayanya untuk menjadi presiden, sementara penentangnya tampak terpecah-pecah dan tidak mampu membentuk aliansi yang dapat menempatkan Lai, seorang profesional medis lulusan AS, dalam tekanan besar, meskipun sejumlah besar dana telah dianggarkan untuk iklan oleh pesaingnya seperti raja elektronik Terry Gou.