Biden Ingatkan Iran untuk Tidak Menarget Pasukan AS di Timur Tengah

0
92
President-elect Joe Biden speaks Wednesday, Nov. 25, 2020, in Wilmington, Del. (AP Photo/Carolyn Kaster)

Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah mengirim pesan yang sangat jarang kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, mengingatkan Iran untuk tidak menarget personel Amerika Serikat yang berada di Timur Tengah.

Hal ini disampaikan Gedung Putih pada Kamis (26/10) setelah serangkaian serangan terhadap pasukan AS terjadi di kawasan itu.

“Ada pesan langsung yang disampaikan,” ungkap juru bicara Gedung Putih, John Kirby, dalam sebuah konferensi pers.

Ia menolak menjelaskan lebih jauh soal pesan dimaksud.

Misi Iran di PBB belum menanggapi permohonan komentar atas informasi tersebut.

Sejumlah pejabat AS berupaya mencegah meluasnya konflik di Timur Tengah pasca serangan kelompok militan Hamas ke bagian selatan Israel pada 7 Oktober lalu, yang menewaskan sedikitnya 1.400 orang, banyak dari mereka adalah warga sipil.

Pentagon mengatakan sekitar 900 tentara tambahan AS sedang berangkat menuju kawasan itu, atau baru-baru ini tiba di sana untuk mendukung pertahanan udara guna melindungi personel AS di tengah peningkatan serangan di kawasan itu yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan Iran.

Tentara AS telah diserang sedikitnya 12 kali di Irak dan empat kali di Suriah dalam satu minggu terakhir, tambah Pentagon.

Biden, pada Rabu (25/10), mengatakan ia telah memperingatkan Ayatollah Ali Khamenei bahwa AS akan menanggapi jika pasukannya terus menerus menjadi target.

Tetapi ia tidak mengatakan bagaimana pihaknya menyampaikan peringatan tersebut.

“Peringatan saya kepada Ayatollah adalah jika mereka terus melanjutkan serangan terhadap tentara kami, kami akan menanggapi, dan ia seharusnya bersiap.

Ini tidak ada urusannya dengan Israel,” ujar Biden kepada wartawan.

Tak ada pesan Dalam sebuah pernyataan menanggapi apa yang disampaikan Biden, Mohammad Jamshidi, seorang pembantu Presiden Ebrahim Raisi, menyangkal pernyataan Biden soal pengiriman pesan tersebut.

“Pesan Amerika itu tidak ditujukan pada pemimpin tertinggi Revolusi Iran dan juga bukan permintaan dari pihak Iran.

Jika Biden mengira ia telah memperingatkan Iran, ia seharusnya meminta timnya untuk menunjukkan pesan teks yang ia kirimkan,” ujar Jamshidi.

Secara terpisah kantor berita pemerintah Iran, IRNA, mengutip seorang sumber yang tidak disebutkan identitasnya mengatakan bahwa Amerika telah mengirim pesan kepada Iran, juga kepada sekutu-sekutu Iran, termasuk kelompok militan Lebanon, Hizbullah.

Pesan itu tidak berisi bahwa AS tidak ingin memperluas perang Israel-Hamas, dan mendesak kedua pihak untuk menahan diri.

Mengutip seorang sumber yang tidak disebut namanya, IRNA melaporkan “sekutu-sekutu” Iran itu “bertindak secara independen, dan bukan karena diperintah Iran.” Israel telah bersumpah akan menghabisi Hamas, yang memerintah di Gaza, sebagai balasan atas serangan tanggal 7 Oktober lalu ke negara itu.

Selain menewaskan 1.400 warga Israel, Hamas juga menyandera sekitar 200 orang.

Israel telah membombardir Gaza dari udara, mengepung wilayah kantong itu dan mempersiapkan invasi darat.

Otoritas Palestina mengatakan lebih dari 7.000 warga telah tewas, meskipun Biden menyuarakan skeptimismenya dengan jumlah tersebut.

Kantor berita Reuters belum dapat memverifikasi jumlah korban tewas tersebut secara independen.

Potensi meluasnya perang Berbicara di markas besar PBB di New York pada Kamis, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian mengatakan jika pembalasan Israel terhadap militan Hamas di Jalur Gaza tidak berakhir, maka Amerika Serikat “tidak akan terhindar dari api ini.” Salah satu cara Iran memproyeksikan kekuatannya adalah dengan mempersenjatai dan mendanai kelompok-kelompok militan, termasuk Hizbullah di Lebanon, Hamas di Jalur Gaza, Houthi di Yaman, dan milisi Syiah di Irak.

Dalam pembalasan AS yang terakhir, militer Amerika pada 23 Maret lalu melakukan beberapa serangan udara di Suriah terhadap kelompok-kelompok yang bersekutu dengan Iran, yang dituding sebagai pelaku serangan pesawat tak berawak yang menewaskan seorang kontraktor Amerika, melukai seorang kontraktor lainnya, dan mencederai lima tentara AS.