Kementerian Pertahanan Rusia pada Rabu (25/10) merilis rekaman apa yang dikatakannya sebagai kemampuan pengiriman senjata nuklir yang sedang diuji coba.
Militer Rusia melakukan simulasi serangan nuklir dalam sebuah latihan pada Rabu yang diawasi oleh Presiden Vladimir Putin.
Latihan tersebut dilakukan beberapa jam setelah majelis tinggi parlemen negara itu memutuskan untuk membatalkan ratifikasi larangan uji coba nuklir global.
Rekaman yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan dikatakan menunjukkan peluncuran rudal bertenaga tinggi dan pesawat militer lepas landas.
Isi video tersebut tidak dapat diverifikasi secara independen oleh The Associated Press.
Rancangan undang-undang untuk mengakhiri ratifikasi Perjanjian Pelarangan Uji Coba Nuklir Komprehensif, yang telah disetujui oleh majelis rendah pada minggu lalu, saat ini akan dikirim kepada Putin untuk mendapatkan persetujuan akhir.
Putin telah mengatakan bahwa pencabutan ratifikasi Rusia pada tahun 2000 “mencerminkan” sikap AS, yang menandatangani tetapi tidak meratifikasi larangan uji coba nuklir tersebut.
Perjanjian pelarangan uji coba, yang diadopsi pada tahun 1996, melarang semua ledakan nuklir di mana pun di dunia, tetapi tidak pernah sepenuhnya diterapkan.
Selain AS, perjanjian ini belum diratifikasi oleh Cina, India, Pakistan, Korea Utara, Israel, Iran dan Mesir.
Ada kekhawatiran yang meluas bahwa Rusia dapat melanjutkan uji coba nuklir untuk mencoba mencegah Barat untuk terus menawarkan dukungan militer kepada Ukraina.
Banyak politisi Rusia telah berbicara untuk mendukung dimulainya kembali uji coba tersebut.
Putin telah mengatakan bahwa meskipun beberapa pakar menilai uji coba nuklir perlu dilakukan, dia belum memiliki pandangan tentang masalah ini.
Pada awal Oktober, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia mengatakan Moskow akan terus menghormati larangan tersebut dan hanya akan melanjutkan uji coba nuklir jika Washington melakukannya terlebih dahulu.
Dan pada hari Rabu, dia mengatakan Kementerian Luar Negeri Rusia telah menerima proposal AS untuk melanjutkan dialog tentang stabilitas strategis dan isu-isu pengendalian senjata.
Namun, ia mengatakan Rusia menilai tidak mungkin melakukan hal tersebut dalam kondisi politik saat ini.