IAEA Prihatin akan Turunnya Minat terhadap Eskalasi Nuklir Iran

0
58

Kepala pengawas nuklir PBB, pada Senin (11/9), mengatakan bahwa ia khawatir masyarakat internasional tidak berminat untuk meminta pertanggungjawaban Iran atas kemajuan program nuklirnya.

Komentar itu muncul menyusul meredanya ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat, yang mengumumkan pertukaran tahanan pada bulan lalu.

Pekan lalu, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan dalam laporan rahasia yang dilihat kantor berita AFP bahwa Iran “tidak membuat kemajuan” dalam beberapa masalah nuklir yang belum terselesaikan.

Hal tersebut termasuk memasang kembali kamera pemantau IAEA yang telah dicabut Iran dari fasilitas nuklirnya dan menjelaskan keberadaan partikel uranium yang ditemukan.

Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi, pada Senin, mengatakan bahwa ia melihat adanya “penurunan minat” dari negara-negara anggota IAEA, tanpa menyebut nama mereka.

“Ada rutinitas tertentu mengenai apa yang terjadi di sana (Iran).

Saya prihatin akan hal ini karena isu-isu itu sama valid saat ini dengan sebelumnya,” katanya kepada wartawan pada hari pertama pertemuan dewan pengawas IAEA di Wina, Austria.

Sumber-sumber diplomatik mengatakan Amerika Serikat dan kelompok E3: Prancis, Jerman dan Inggris – tidak memiliki rencana minggu ini untuk mengecam Iran atas kurangnya kerja sama yang ditunjukkan negara Timur Tengah tersebut dengan IAEA.

Sebaliknya, atas perintah Amerika Serikat, mereka akan mengajukan deklarasi bersama ke pertemuan dewan IAEA, yang diharapkan mendapat dukungan luas, kata satu sumber kepada AFP.

Pada bulan lalu, Iran mengatakan telah mencapai kesepakatan pertukaran tahanan dengan Amerika Serikat, mencakup pembebasan lima warga AS yang ditahan di Teheran dan beberapa warga Iran yang ditahan di AS.

Grossi menyadari “ada banyak isu mendesak dalam agenda internasional.

Tetapi, menurutnya, penting untuk terus mendukung tugas IAEA.” Pada 2015, negara-negara besar dunia mencapai kesepakatan dengan Iran, yang menyatakan akan mengekang program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi ekonomi yang melumpuhkan negara tersebut.

Kesepakatan itu mulai kacau pada 2018 ketika Presiden Amerika Serikat kala itu, Donald Trump, secara sepihak keluar dari perjanjian tersebut dan menerapkan kembali sanksi.

Iran lalu meningkatkan program nuklirnya sebagai respons atas penarikan AS dari perjanjian tersebut.

Upaya menghidupkan kembali perjanjian tersebut sejauh ini tidak membuahkan hasil.

Iran selalu membantah adanya ambisi untuk membuat senjata nuklir, dan menegaskan bahwa aktivitasnya sepenuhnya untuk tujuan damai.