Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mendesak semua negara agar mencari strategi terpadu untuk mengatasi krisis di Myanmar.
“Saya menyambut baik pendekatan berprinsip ASEAN melalui Konsensus Lima Poin.
Dan saya mendorong semua negara untuk terus mencari strategi terpadu terhadap Myanmar,” kata Guterres dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Dia mengaku prihatin atas memburuknya situasi politik dan kemanusiaan di Myanmar.
“Saya tetap sangat prihatin dengan memburuknya situasi politik, kemanusiaan, dan hak asasi manusia di Myanmar, termasuk Negara Bagian Rakhine, serta penderitaan sejumlah besar pengungsi yang hidup dalam kondisi yang memprihatinkan,” kata dia.
Guterres menyampaikan penghargaan untuk upaya gigih Indonesia sebagai Ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tahun ini dalam melibatkan semua pihak yang berkonflik di Myanmar untuk terlibat dalam dialog politik.
“Dan saya mengulangi seruan mendesak saya kepada penguasa militer Myanmar untuk mendengarkan aspirasi rakyatnya, membebaskan semua tahanan politik, dan membuka pintu untuk kembali ke pemerintahan yang demokratis,” ucap Guterres.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan bahwa selama masa mengetuai ASEAN tahun ini, Indonesia bekerja keras memastikan ASEAN bersatu menangani isu Myanmar.
“ASEAN hanya bisa maju dengan kekuatan penuh jika kita bisa memastikan solusi damai dan langgeng di Myanmar,” kata Retno saat membuka Pertemuan para Menlu ASEAN (AMM) di Jakarta, Senin (4/9).
Sebagaimana diamanatkan para pemimpin ASEAN, para menteri luar negeri akan meninjau secara komprehensif Konsensus Lima Poin (5PC) dan menyiapkan rekomendasi untuk pertimbangan semua pemimpin ASEAN.
Konsensus Lima Poin menyerukan penghentian kekerasan, dialog dengan semua pemangku kepentingan, menunjuk utusan khusus untuk memfasilitasi mediasi dan dialog, mengizinkan ASEAN untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga Myanmar, serta mengizinkan utusan khusus ASEAN mengunjungi dan bertemu dengan pemangku kepentingan di Myanmar.
Sejak disepakati April 2021 oleh para pemimpin ASEAN dan pimpinan junta militer Myanmar Min Aung Hlaing, implementasi konsensus itu sebagai rencana perdamaian dalam mengatasi krisis Myanmar masih mandek.
ASEAN menilai tidak ada kemauan dari junta yang berkuasa di Myanmar untuk mengimplementasikan konsensus tersebut.
Selama masa keketuannya, Indonesia telah melakukan lebih dari 110 pendekatan dengan berbagai pihak di Myanmar, termasuk dengan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang adalah pemerintah bayangan bentukan oposisi junta, Dewan Administrasi Negara (SAC) yang dibentuk militer, organisasi perlawanan etnis (EROs), serta masyarakat sipil Myanmar untuk membuka jalan menuju dialog inklusif.