Amerika Serikat mengumumkan pembatasan visa baru terhadap pejabat dan mantan pejabat China karena keterlibatan mereka dalam apa yang menurut para pejabat AS dan PBB adalah asimilasi paksa terhadap lebih dari satu juta anak Tibet di sekolah-sekolah asrama yang dikelola pemerintah.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa (22/8), Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan “kebijakan yang dipaksakan” ini berupaya untuk “menghilangkan tradisi bahasa, budaya, dan agama yang berbeda di Tibet di kalangan generasi muda Tibet.” “Kami mendesak pihak berwenang RRC (Republik Rakyat China) untuk mengakhiri pemaksaan anak-anak Tibet untuk bersekolah di sekolah asrama yang dikelola pemerintah dan menghentikan kebijakan asimilasi yang represif, baik di Tibet maupun di seluruh wilayah RRC lainnya,” kata Blinken.
Pembatasan visa berdasarkan Pasal 212(a)(3)(C) Undang-Undang Imigrasi dan Kewarganegaraan berarti warga negara asing tidak dapat diberi visa untuk memasuki AS karena potensi konsekuensi kebijakan luar negeri yang merugikan bagi Amerika Serikat.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS menolak untuk memberikan nama pejabat dari Partai Komunis China (PKC) yang terkena larangan visa, dengan alasan “catatan visa individu bersifat rahasia.” Juru bicara tersebut mengatakan kepada VOA bahwa pengumuman hari ini mengenai pembatasan visa mencakup pejabat atau mantan pejabat RRC dan PKC yang diyakini bertanggung jawab, atau terlibat dalam kebijakan atau tindakan yang bertujuan untuk menindas praktik agama dan spiritual, anggota kelompok etnis, pembangkang, pembela hak asasi manusia, jurnalis, aktivis buruh, aktivis masyarakat sipil, dan pengunjuk rasa damai di RRC.
China telah mempertahankan kendali atas Tibet sejak tahun 1951, setelah mengambil alih wilayah itu melalui pengerahan pasukan dalam apa yang mereka sebut sebagai “pembebasan secara damai.” Para pejabat China mengatakan kebijakan mereka di Tibet mencerminkan keinginan mereka untuk menciptakan “keharmonisan beragama, keharmonisan sosial, dan keharmonisan etnis.” Warga Tibet yang tinggal di luar China mengatakan pemerintah China telah secara sistematis menganiaya, memenjarakan, dan membunuh warga Tibet selama beberapa dekade.