Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan kepada para menteri luar negeri Asia Tenggara pada Jumat (14/1) bahwa Washington dan negara-negara di kawasan itu harus menekan junta yang berkuasa di Myanmar untuk meletakkan senjatanya dan kembali ke pemerintahan demokratis.
Myanmar dilanda kekerasan mematikan sejak kudeta militer yang menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi lebih dari dua tahun lalu.
Junta militer melancarkan penumpasan berdarah terhadap mereka yang berbeda pendapat dan aksi mereka mengakhiri eksperimen demokrasi singkat di negara itu.
“Mengenai Myanmar, kita harus menekan rezim militer untuk menghentikan kekerasan, untuk menerapkan konsensus lima poin ASEAN, untuk mendukung kembalinya pemerintahan yang demokratis,” katanya kepada para menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menjelang pembicaraan di Jakarta.
Pertemuan ASEAN minggu ini didominasi oleh krisis, yang membuat blok tersebut terpecah tentang bagaimana melibatkan junta militer, dan apakah ASEAN harus kembali berdialog dengan junta yang kini berkuasa, untuk menyelesaikan krisis di Myanmar.
Junta militer telah dilarang berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan tingkat tinggi ASEAN.
Akan tetapi Thailand bulan lalu menerima kunjungan menteri luar negeri junta untuk melangsungkan “pembicaraan informal” yang kontroversial yang semakin memecah blok tersebut.
ASEAN yang beranggotakan 10 negara itu telah lama dikecam sebagai kelompok omong kosong, dan masih belum memiliki kesatuan sikap mengenai bagaimana membantu menyelesaikan krisis di Myanmar.
Dalam komunike bersama yang dikeluarkan Kamis malam, blok tersebut mengutuk kekerasan yang dilakukan semua pihak dan menegaskan kembali bahwa rencana perdamaian lima poin — yang sebagian besar diabaikan oleh junta — tetap menjadi dasar keterlibatan blok itu.
Pertemuan para menteri luar negeri ASEAN mendapat kejutan pada hari Rabu ketika Menteri Luar Negeri Thailand mengungkapkan bahwa ia bertemu dengan pemimpin demokrasi terguling Myanmar Suu Kyi sendirian pada Minggu di ibu kota negara itu, Naypyidaw, dan mengatakan perempuan yang pernah mendapatkan Nobel Perdamaian itu dalam “kesehatan yang baik”.