Presiden AS Joe Biden akan berupaya mempererat hubungannya dengan Raja Charles dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak dalam dua pertemuan terpisah yang akan digelar pada Senin (10/7).
Dalam pertemuan tersebut, isu Ukraina dan perubahan iklim diperkirakan akan menjadi agenda utama.
Biden mendarat di London pada Minggu (9/7) malam untuk memulai lawatannya ke tiga negara.
Salah satu agenda lawatan Biden tersebut adalah menghadiri KTT Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Lituania yang bertujuan untuk menunjukkan solidaritas mereka terhadap Ukraina dalam melawan Rusia, meski belum menerima Kyiv sebagai anggotanya.
Presiden Biden, 80, dan Raja Charles, 74, dijadwalkan akan bertemu di Kastil Windsor pada Senin (10/7).
Mereka akan membahas isu bagaimana meningkatkan investasi swasta dalam mengatasi perubahan iklim, ancaman yang kedua pemimpin tersebut anggap sebagai eksistensial.
“Presiden sangat menghormati komitmen Raja, terutama dalam isu perubahan iklim.
Raja sangat lantang dalam masalah ini,” kata Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Jake Sullivan, kepada para wartawan di atas pesawat Air Force One pada Minggu (9/7).
Sullivan mengatakan Biden berharap dapat memperdalam hubungan pribadinya dengan Raja Charles.
Dia mengatakan kedua pemimpin – yang tidak mengenal satu sama lain dengan baik – melakukan percakapan melalui sambungan telepon pada awal tahun ini yang dia gambarkan sebagai “sangat hangat.” Biden juga akan mengunjungi kantor Sunak di 10 Downing Street pada Senin (10/7).
Pertemuan itu akan menjadi pertemuan kelima mereka dalam beberapa bulan.
Sullivan mengatakan kunjungan tersebut lebih merupakan kelanjutan dari pembicaraan yang sudah berjalan lama daripada pertemuan formal.
Hal tersebut akan menjadikan kunjungan pertama Biden ke Downing Street sebagai presiden.
Sullivan mengatakan kedua pemimpin akan berbagi catatan menjelang KTT NATO di Lituania, yang akan dimulai Selasa (11/7) dan akan didominasi oleh krisis Ukraina, yang telah mendekatkan aliansi tersebut.
Menjelang perjalanan ini, Biden menyerukan NATO untuk berhati-hati terkait upaya Ukraina untuk bergabung dengan aliansi tersebut.
Biden menggarisbawahi bahwa aliansi tersebut dapat terlibat dalam perang dengan Rusia karena adanya pakta pertahanan bersama NATO.
“Saya kira tidak ada kebulatan suara di NATO tentang apakah akan membawa Ukraina ke dalam keluarga NATO atau tidak sekarang, pada saat ini, di tengah perang,” kata Biden dalam wawancara CNN yang disiarkan pada Minggu (8/7).
Perjalanan Biden dilakukan tersebut beberapa hari setelah dia setuju untuk mengirim amunisi klaster AS yang kontroversial ke Ukraina.
Penggunaan bom klaster dilarang oleh lebih dari 100 negara, termasuk Inggris, karena ancaman yang ditimbulkannya terhadap penduduk sipil.
Pasalnya bom tersebut biasanya melepaskan sejumlah besar bom kecil yang dapat membunuh tanpa pandang bulu di area yang luas.
Rusia, Ukraina, dan AS belum menandatangani Konvensi Bom Klaster, yang melarang produksi, penimbunan, penggunaan, dan transfer senjata tersebut.
“Saya pikir Anda akan melihat Perdana Menteri Sunak dan Presiden Biden memiliki pandangan yang sama secara strategis tentang Ukraina, bergerak seiring dengan gambaran besar tentang apa yang kami coba capai, dan bersatu seperti sebelumnya,” kata Sullivan pada Minggu (9/7).