Pihak militer China mengatakan, pada Selasa (16/5), siap untuk “menghancurkan segala bentuk kemerdekaan Taiwan” di saat Amerika Serikat dikabarkan tengah berupaya mempercepat penjualan senjata pertahanan dan sejumlah bantuan militer ke pulau yang memiliki pemerintahannya sendiri itu.
Juru bicara Kementerian Pertahanan China, Kolonel Tan Kefei, mengatakan peningkatan dalam pertukaran militer antara AS dan Taiwan yang terjadi baru-baru ini adalah “langkah yang sangat salah dan berbahaya.” Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) “terus memperkuat pelatihan militer dan melakukan sejumlah persiapan dan akan dengan tegas menghancurkan segala bentuk kemerdekaan Taiwan dan sejumlah upaya campur tangan pihak luar, dan akan terus membela kedaulatan dan integritas wilayah,” ujar Tan, mengacu pada sekutu terdekat Taiwan yaitu Amerika Serikat.
China sendiri mengklaim Taiwan, pulau yang berpenduduk 23 juta orang itu, sebagai bagian dari wilayahnya dan akan dikendalikan secara paksa jika perlu.
Dengan angkatan laut terbesar di dunia, jet tempur generasi terbaru, dan gudang rudal balistik yang sangat besar, China telah meningkatkan ancaman dengan mengirimkan pesawat dan kapal perang ke perairan dan wilayah udara di sekitar Taiwan.
Dengan lebih dari dua juta anggota, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China dikenal sebagai tentara dengan jumlah pasukan terbesar di dunia.
Namun, mengerahkan sejumlah pasukan dalam aksi invasi bukanlah hal yang mudah walaupun jumlah tentara yang diturunkan hanya sedikit.
Bersamaan dengan kegiatan udara dan laut setiap hari di sekitar Taiwan, Beijing mengadakan latihan militer di sekitar Selat Taiwan yang dipisahkan kedua sisinya.
Latihan itu dilihat sebagian latihan untuk blokade atau invasi yang akan berpengaruh besar bagi keamanan dan perekonomian seluruh dunia.
Tindakan itu dapat dilihat sebagai upaya untuk melecehkan militer Taiwan dan mengintimidasi politisi dan para pemilih yang akan memilih presiden dan anggota legislatif baru pada tahun depan.