Babak Baru Perang Dagang Giring Harga Minyak Memerah Kembali

0
98

JAVAFX– Babak baru perang dagang giring harga minyak memerah kembali alias melemah pada perdagangan minyak siang hari jelang sore ini sebagai bentuk aksi jual atau short-sell yang tetap muncul seiring dengan masih adanya perintah baru dari Presiden Trump untuk meningkatkan tarif impor kepada China.

Sebelumnya harga minyak membaik setelah EIA melaporkan bahwa persediaan minyak mentah pemerintah AS mengalami penurunan sebesar 4,6 juta barel, jauh di bawah perkiraan pasar di mana ada kenaikan persediaan sebesar 246 ribu barel.
Sebelumnya juga, dukungan kenaaikan harga minyak sendiri ada karena AS kali ini mau untuk segera berunding dengan pihak China untuk menuntaskan ketegangan akibat perang tarif produk dari kedua negara tersebut. Kondisi ini tentu menggugah keyakinan beli minyak dari China bahwa kondisi aktivitas manufakturnya tidak akan menurun bila ada kesepakatan.

Namun rupanya Presiden Trump telah memerintahkan kepada tim perdagangannya untuk lebih meningkatkan pengurangan defisit perdagangan AS dengan China yang semula $50 milyar, menjadi $100 milyar per tahun.

Hal ini membuat harga minyak jenis West Texas Intermediate kontrak Mei di bursa New York Mercantile Exchange divisi Comex untuk sementara melemah $0,43 atau 0,68% di level $63,11 per barel. Sedangkan minyak Brent kontrak Mei di pasar ICE Futures London untuk sementara melemah $0,39 atau 0,57% di harga $67,94 per barel.

Situasi ini tentunya membuat investor minyak makin khawatir, di mana potensi perang dagang sendiri bisa mempengaruhi turunnya aktivitas bisnis di seluruh dunia, khusus di China dan AS. Dengan turunnya aktivitas bisnis atau ekonomi, maka berarti konsumsi akan minyak juga akan menurun, sehingga pasokan minyak dunia tentunya akan mengalami kelebihan.

Beruntung di AS ada data NFP atau data nonfarm payroll, di mana investor minyak berharap bahwa data tersebut membaik sehingga tingkat konsumsi minyak AS bisa bertahan di level tinggi juga sehingga akan menahan harga minyak untuk tidak terlalu terkoreksi lebih dalam.

Penulis: Adhi Gunadhi
Sumber berita: Reuters, Investing, Bloomberg, MarketWatch, CNBC
Sumber gambar: CNBC