Dalam beberapa tahun terakhir, Laut China Selatan (LCS) telah menjadi salah satu titik panas dalam hal keamanan di kawasan dan dunia.
Dengan kata lain kawasan ini menjadi fokus persaingan strategis antara kekuatan besar, terutama Amerika Serikat dan China.
Isu LCS atau Laut Timur (merujuk penyebutan Vietnam atas kawasan ini) juga menjadi salah satu isu penting dalam agenda ASEAN, karena bukan hanya soal beberapa negara yang mengklaim kedaulatannya, tetapi juga mempengaruhi hubungan luar negeri ASEAN, terutama dalam hubungan dengan negara-negara besar.
Saat ini, meningkatnya ketegangan di LCS tidak hanya mengancam keamanan regional, tetapi juga mengancam keamanan global, karena posisi geo-strategis kawasan yang sangat penting ini.
ASEAN, sebagai organisasi regional, memainkan peran penting dalam mencegah eskalasi konflik dan mempromosikan proses penyelesaian sengketa maritim dan pulau dengan menempuh cara-cara damai dan berdasarkan hukum internasional.
Stabilitas dan perkembangan ASEAN terkait erat dengan isu LCS, yang tercermin dalam beberapa aspek.
Pertama, penyelesaian masalah LCS meningkatkan posisi dan prestise ASEAN, terutama ketika perhimpunan telah menjadi Komunitas ASEAN sejak 2015.
Dalam konteks perubahan dunia yang rumit, ASEAN telah menegaskan niat, tidak hanya untuk menjadi entitas ekonomi-politik yang penting di Asia Tenggara, tetapi juga untuk memperluas dan mempromosikan perannya di seluruh kawasan Asia-Pasifik, dengan prestise dan pengaruh di dunia.
ASEAN telah menjadi inti untuk menarik dan menghubungkan partisipasi hampir 20 mitra, termasuk kekuatan dan pusat utama di dunia, dalam proses dialog dan kerja sama di kawasan yang diprakarsai oleh ASEAN sendiri dan memainkan peran utama.
Melalui hubungan ini, ASEAN telah meminta dukungan yang signifikan dari para mitranya bagi upaya perhimpunan untuk mempromosikan kerja sama dan memperkuat hubungan regional, serta untuk bersama-sama memecahkan masalah ASEAN, termasuk masalah LCS.
Kedua, partisipasi ASEAN dalam menyelesaikan masalah LCS memberikan kontribusi penting untuk memastikan kepentingan bersama perhimpunan serta sebagian besar negara anggota.
Di antara negara-negara anggota ASEAN yang memiliki sengketa kedaulatan maritim dan pulau di kawasan ini, ada empat negara yang memiliki sengketa langsung.
Namun, negara-negara yang tersisa juga merupakan negara-negara yang terletak di pesisir LCS.
Mereka semua berbagi kepentingan ekonomi dan strategis yang besar, terutama kebebasan perdagangan, keamanan, dan pertahanan.
Oleh karena itu, sengketa kedaulatan atas laut dan pulau-pulau di kawasan tidak hanya mengancam kepentingan nasional negara-negara anggota ASEAN yang memiliki kedaulatan di laut ini, tetapi juga merusak lingkungan.
Selain itu, ketegangan dalam masalah LCS menyebabkan negara-negara meningkatkan pengeluaran pertahanan, yang tidak hanya mempengaruhi investasi dan pembangunan ekonomi, tetapi juga meningkatkan kecurigaan dan kekhawatiran, sehingga mendorong mereka untuk melakukan perlombaan senjata.
Ketiga, ketika isu LCS menjadi isu ASEAN, hal itu akan berkontribusi untuk meningkatkan tingkat kohesi dan solidaritas internal ASEAN, dan memperkuat peran sentral asosiasi dalam kerja sama internasional dan regional.
Berpartisipasi dalam pencegahan konflik di LCS juga membantu ASEAN mempertahankan dan memperkuat peran sentralnya, kekuatan pendorong dalam mempromosikan, menghubungkan, dan menciptakan mekanisme kerja sama multilateral perhimpunan di kawasan ini, terutama peran ASEAN dalam ASEAN Regional Forum (ARF), East Asia Summit (EAS) dan ASEAN Defense Ministers Meeting Plus (ADMM+).
Hal itu menciptakan resistensi ASEAN dan negara-negara anggotanya terhadap tekanan geo-politik akibat persaingan strategis antara negara-negara besar, terutama poros hubungan AS-China.
Partisipasi ASEAN juga berkontribusi untuk membuat negara-negara besar, terutama China dan AS, menyeimbangkan persaingan strategis di kawasan ini, mempromosikan kerja sama dan berbagi manfaat di antara negara-negara ini.
Dengan demikian, berkontribusi pada penguatan lingkungan keamanan dan kerja sama regional, di mana kedaulatan nasional negara-negara anggota ASEAN akan dihormati dan tidak ditarik ke dalam spiral persaingan kekuasaan antarnegara besar.
Keempat, berpartisipasi dalam penyelesaian masalah LCS membantu ASEAN untuk memastikan perdamaian dan stabilitas sesuai dengan prinsip dan tujuan pembentukan dan pengembangan asosiasi.
Ambisi dan tujuan ASEAN sejak didirikan hingga sekarang adalah untuk menciptakan lingkungan yang damai dan stabil di Asia Tenggara, untuk membantu negara-negara anggota mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan, dan pembangunan berkelanjutan mereka.
Ini terbukti dalam sebagian besar dokumen ASEAN, terutama dalam Deklarasi Bangkok yang diadopsi pada 8 Agustus 1967.
Selain itu, isi Piagam ASEAN juga mencerminkan prinsip-prinsip dasar dalam resolusi konflik, termasuk isu LCS.
Secara khusus, sejak pembukaan, prinsip-prinsip kedaulatan, kesetaraan, integritas teritorial, non-interferensi, konsensus dan persatuan dalam keragaman ditekankan.
Ketua ASEAN 2023 Indonesia diharapkan dapat membawa kemajuan dalam proses negosiasi Kode Etik Perilaku dari Semua Pihak (Code of Conduct/COC).
Indonesia bukan pihak dalam sengketa kedaulatan di LCS, tetapi ada juga kekhawatiran karena zona ekonomi eksklusif (ZEE) di Natuna Utara (Indonesia) termasuk dalam klaim kedaulatan China yang tidak masuk akal.
China dilaporkan meminta pemerintah Indonesia menghentikan kegiatan pengeboran minyak dan gas alam di Natuna, LCS, yang masih menjadi sengketa bagi dua negara.
Dinamika ini membuat Indonesia serius mendorong negosiasi untuk merealisasikan COC secepatnya.
Sejak mengambil peran sebagai Ketua ASEAN pada tahun 2023, Indonesia telah secara aktif memulai negosiasi tentang COC.
Pada awal Maret 2023, dilakukan pertemuan penting antara ASEAN dan China terkait perundingan COC dengan harapan dapat membawa hasil positif.
Selain itu, Indonesia merupakan pihak netral dalam sengketa maritim tersebut, sehingga dapat menengahi perundingan antara China dan negara-negara anggota ASEAN.
Oleh karena itu, negosiasi diharapkan dapat luwes dan berkontribusi mengurangi ketegangan antara pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa maritim.
COC adalah salah satu solusi penting untuk masalah LCS.
COC berfungsi sebagai semacam aturan sementara yang perlu diikuti oleh negara-negara anggota ASEAN dan China untuk mengelola konflik di perairan LCS.
Negosisi COC belum tentu merupakan solusi akhir untuk menyelesaikan sengketa (dalam hal penetapan batas maritim) di kawasan ini.
Sebaliknya, COC dikembangkan sebagai alat manajemen ketegangan regional dari mana negosiasi dan kontak antarnegara dapat mengarah pada resolusi damai.
Isu LCS akan terus menjadi salah satu fokus prioritas agenda KTT Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Para peneliti berharap bahwa masalah LCS akan membuat kemajuan positif dalam konteks bahwa negara-negara di kawasan, seperti Vietnam, Indonesia, Malaysia, Filipina berusaha mencari solusi untuk memastikan stabilitas di kawasan ini.*) Mohammad Anthoni adalah wartawan LKBN Antara tahun 1998-2018 dan pengamat hubungan internasional *) Pandangan dan pendapat yang diungkapkan pada artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi atau posisi Kantor Berita ANTARA COPYRIGHT © ANTARA 2023