Dalam sebuah pengumuman yang disiarkan melalui video oleh tim kampanyenya pada Selasa (25/4), Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengumumkan bahwa dirinya akan mencalonkan kembali sebagai kandidat untuk Pemilu Presiden AS 2024.
Menurut kantor berita Reuters, dalam video tersebut Biden menyatakan pencalonan kembali kepresidenannya dilakukannya karena dia ingin memenangi pertarungan untuk jiwa Amerika Serikat.
“Ketika saya mencalonkan diri sebagai presiden empat tahun lalu, saya menyatakan bahwa kita sedang bertarung untuk jiwa Amerika, dan kita masih sedang melakukannya,” kata Biden.
Untuk itu, ujar Biden, saat ini bukanlah waktunya berpuas diri, sehingga dia memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai presiden kembali, guna menuntaskan pertarungan untuk jiwa Amerika tersebut.
Biden, yang berasal dari Partai Demokrat, menuding platform Partai Republik sebagai ancaman bagi kebebasan Amerika, sehingga dia bertekad berjuang, antara lain untuk melawan pembatasan layanan kesehatan bagi wanita, serta langkah pemotongan program “Social Security” atau Jaminan Keamanan Sosial.
Sebenarnya, salah satu faktor yang mengemuka di tengah publik terkait dengan pemberitaan pencalonan kembali Biden tersebut, adalah usia sang kandidat yang telah memasuki usia kepala delapan atau 80 tahun.
Keraguan terhadap Biden yang lahir pada 20 November 1942 itu tidak hanya datang dari kubu lawan politiknya dari Partai Republik, tetapi juga dari kubu partainya sendiri, Demokrat.
Survei yang dilakukan oleh Reuters/Ipsos yang diumumkan pada Senin (24/4) menunjukkan bahwa sebanyak 44 persen dari pendukung Demokrat menilai Biden terlalu tua untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden.
Setali tiga uang, kandidat unggulan dari Partai Republik adalah mantan Presiden AS, Donald Trump, yang saat ini juga berusia 76 tahun.
Berdasarkan survei Reuters/Ipsos, 35 persen pendukung Republik menganggap bahwa Trump terlalu tua sebagai kandidat capres.Di atas 75 tahun Dalam sejarah pencalonan kandidat capres di AS, hanya ada enam orang yang berani mencalonkan diri sebagai kandidat capres ketika mereka berusia di atas 75 tahun.
Selain Biden dan Trump, beberapa lansia lainnya yang juga pernah mencalonkan diri setelah melampaui usia 75 tahun antara lain Mike Bloomberg dan Bernie Sanders, keduanya adalah kandidat calon presiden dari Partai Demokrat pada Pilpres AS 2020.
Bloomberg dan Sanders, yang ketika itu keduanya sama-sama berusia 78 tahun, akhirnya gagal mendapatkan tiket sebagai capres karena Demokrat memutuskan untuk mencalonkan Biden yang berhasil meraih menjadi pemenang pada Pilpres 2020.
Dua orang lainnya adalah William Hope Harvey yang berumur 81 tahun saat mencalonkan diri sebagai kandidat dari Partai Liberty dalam Pilpres AS 1932.
Pilpres tahun itu dimenangkan Franklin Roosevelt (Demokrat) yang kala itu berusia 50 tahun.
Sedangkan kandidat capres AS tertua yang pernah mencalonkan diri adalah Harold Stassen, yaitu berusia 85 tahun dalam pemilihan pendahuluan Partai Republik pada 1992.
Ironisnya, Stassen dalam pemilihan pendahuluan capres Republik 1992 hanya meraih 0,06 persen suara.
Pilpres AS 1992 itu sendiri dimenangi kandidat dari Demokrat, Bill Clinton, yang saat itu “baru” berusia 46 tahun.
Dapat dikatakan bahwa bila melihat catatan dalam rangkaian sejarah pilpres AS, kandidat lansia memang kerap tidak mendapatkan dukungan yang lebih dibandingkan dengan mereka yang berusia lebih muda.
Namun, bukan dikatakan tidak ada, karena Trump berhasil menjadi Presiden AS dalam Pilpres 2016 (saat berusia 70 tahun), serta empat tahun berikutnya Joe Biden meraih kursi kepresidenan pada usia 77 tahun.
Bila dilihat dari kinerja para presiden AS sepanjang sejarah, maka hal tersebut dapat dilihat dari survei yang dilakukan kepada para akademisi di bidang kesejarahan atau pakar ilmu politik.
Survei seperti itu kerap dilakukan berbagai pihak, terutama sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua.
Berdasarkan rangkuman survei yang terdapat dalam ensiklopedia dunia maya Wikipedia, disebutkan bahwa kalangan akademisi dan pakar biasanya kerap menempatkan tiga orang sebagai presiden terhebat di AS, yaitu Abraham Lincoln (penghapus perbudakan di AS), Franklin D Roosevelt/FDR (memulihkan kondisi AS dari Depresi Besar dan memenangkan Perang Dunia Kedua), serta George Washington (Presiden pertama dan Bapak Pendiri AS).
Dari ketiga orang tersebut, perlu dicatat bahwa ketiganya ketika menjabat sebagai Presiden AS tidaklah melebihi usia 65 tahun, yaitu Lincoln pada usia 52-56 tahun, FDR pada usia 51-63 tahun, dan Washington pada usia 57-65 tahun.
Itu semua tentu saja dalam konteks sejarah terdahulu Amerika Serikat.
Bagaimana halnya bila dibandingkan dengan para pemimpin negara kontemporer atau yang semasa dengan Biden? Seperti diketahui, Amerika Serikat adalah bagian dari kelompok negara-negara yang tergabung dalam G7 dan G20.
Dari seluruh pemimpin negara G7, Biden adalah yang tertua.
Sedangkan usia para pemimpin G7 lainnya bila diurutkan dari yang tertua setelah Biden adalah Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida (saat ini berusia 65 tahun), Kanselir Jerman Olaf Scholz (64), PM Kanada Justin Tredeau (51), PM Italia Georgia Meloni (46), Presiden Prancis Emmanuel Macron (45), dan PM Inggris Raya Rishi Sunak (42).
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa lebih dari separuh pemimpin G7 tidak mencapai usia kepala enam.
Kecenderungan yang berbeda terjadi pada G20, di mana hampir seluruh pemimpin negara G20 berusia di atas kepala enam, kecuali hanya beberapa negara, yaitu Inggris Raya, Italia, Kanada, dan Prancis.10 pemimpin tertua Bila dilihat secara global, Biden sendiri ternyata tidak masuk ke dalam 10 besar pemimpin tertua yang masih berkuasa pada saat ini.
Secara berturut-turut, posisi pemimpin tertua saat ini adalah Presiden Kamerun Paul Biya (90 tahun), Presiden Otoritas Palestina Mahmud Abbas (87), Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz (87), Pemimpin Vatikan Paus Francis (86), Raja Norwegia Harald V (86), Gubernur Jenderal Bahama Cornelius Smith (86), Emir Kuwait Nawaf Al Ahmad Al Jaber As Sabah (85), Pemimpin Agung Iran Ali Khamenei (84), Ratu Denmark Margrethe II (83), dan Presiden Irlandia Michael Daniel Higgins (82).
Dapat dilihat bahwa banyak negara kerap memiliki pemimpin yang berusia lansia atau di atas 60 tahun.
Maka, pencalonan Biden pada usia 80 tahun sebenarnya bukanlah sesuatu hal yang baru atau belum pernah terjadi sebelumnya.
Dalam postingan di situs psychologytoday.com bertanggal 6 Januari 2020 dari Robert Smither PhD, Dekan Emeritus Rollins College dan pengajar ilmu kepemimpinan di Oklahoma University, dikemukakan bahwa dari beragam studi yang mengaitkan antara usia dan kepemimpinan, ternyata tidak ada kesimpulan pasti dan definitif yang dapat diambil mengenai hubungan antara keduanya.
Misalnya, studi yang dilakukan Frank Walter dan Susan Scheibe (2012) menunjukkan bahwa usia seseorang tidak terlalu berpengaruh kepada kemauan seorang pemimpin untuk memberikan arahan atau memberikan ganjaran hadiah bagi kinerja yang dilakukan timnya.
Bahkan, ditemukan bahwa pemimpin muda dan pemimpin tua sama-sama efektif dalam perilaku menuntaskan sebuah pekerjaan.
Selain itu, dalam postingan tersebut juga ditemukan bahwa usia juga tidak terlalu berpengaruh terhadap perilaku keramahtamahan dengan sesama, egaliter, mendelegasikan tugas, dan pengertian kepada orang lain.
Untuk itu, sebenarnya faktor usia dapat dikatakan tidak terlalu berpengaruh kepada kinerja kepemimpinan sebuah kelompok, seperti sebagai pemimpin sebuah negara adidaya.
Bahkan, bila Biden (atau pemimpin yang dianggap terlalu tua lainnya) ternyata dapat menuntaskan pekerjaannya sebagai kepala negara/pemerintahan dengan baik, maka hal itu juga sejalan dengan peribahasa “tua-tua keladi”, yang dimaknai oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tua, tetapi bukan tua umurnya saja, melainkan juga banyak pengetahuan dan pengalaman.
COPYRIGHT © ANTARA 2023