China, Kamis (13/4) menuding latihan militer AS sebagai penyebab ketegangan di Semenanjung Korea, setelah Pyongyang menembakkan rudal balistik yang mendorong Jepang untuk secara singkat mengeluarkan peringatan mencari perlindungan.
Militer Korea Selatan mengatakan telah mendeteksi satu rudal balistik “jarak menengah atau lebih” dari wilayah Pyongyang pada Kamis pagi.
Seoul menduga rudal itu “jenis baru” dan kemungkinan menggunakan bahan bakar padat canggih.
Jepang secara singkat mengeluarkan peringatan mencari perlindungan kepada penduduk di wilayah Hokkaido, tetapi kemudian mengatakan rudal itu tidak jatuh di dalam wilayah negara itu dan tidak menimbulkan ancaman.
Menanggapi pertanyaan tentang peluncuran rudal pada jumpa pers reguler, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan: “Ketegangan saat ini di semenanjung ada penyebabnya, yakni latihan militer AS dan pengerahan senjata strategis sekitar semenanjung itu.
” Washington dan Seoul telah mengintensifkan kerja sama pertahanan baru-baru ini, dan mengadakan latihan militer bersama dengan jet-jet siluman canggih dan aset-aset strategis AS yang terkenal.
Korea Utara memandang latihan semacam itu sebagai latihan untuk invasi, dan pada hari Selasa menggambarkannya sebagai latihan yang “menyimulasikan perang habis-habisan melawan” Pyongyang.
Amerika Serikat mengatakan “mengutuk keras” Korea Utara atas uji coba rudal hari Kamis.
Ini adalah yang terbaru dari serangkaian uji senjata terlarang yang dilakukan oleh Korea Utara, yang telah menembakkan beberapa rudal balistik antarbenua terkuatnya tahun ini.
Wang mengatakan Beijing meminta semua pihak untuk “tetap tenang dan menahan diri” dan berhenti “melakukan tekanan dan konfrontasi”.
“Pihak AS terutama harus mengambil tindakan nyata sejak dini dan menanggapi kekhawatiran yang masuk akal dari DPRK (Korea Utara) dan menciptakan kondisi untuk meredakan ketegangan dan memulai kembali dialog sesegera mungkin,” tambahnya.
Para menteri iklim dan lingkungan dari Kelompok Tujuh akan bertemu akhir pekan ini di Sapporo, ibu kota regional Hokkaido, sebulan sebelum kelompok itu mengadakan pertemuan puncaknya di Hiroshima.