Majelis Umum PBB akan melakukan pemungutan suara negara anggota pada Kamis depan (23/2), pada rancangan resolusi untuk mencapai perdamaian perang di Ukraina yang dilakukan secara komprehensif, adil, abadi, dan sesegera mungkin.
Pemungutan suara itu akan menandai satu tahun invasi Rusia terhadap Ukraina pada 24 Februari, dan sejalan dengan Piagam PBB.
PBB kembali meminta Moskow untuk menarik pasukan dan mendorong untuk menghentikan permusuhan.
Majelis Umum yang beranggotakan 193 negara itu akan melakukan pemungutan suara pada Kamis depan, setelah puluhan negara menyampaikan pidatonya tentang satu tahun perang Ukraina.
Ukraina dan para pendukungnya berharap dapat memperdalam isolasi diplomatik Rusia, dengan menargetkan tiga perempat anggota Majelis Umum PBB setuju dengan resolusi itu.
Target Ukraina ingin menyamai jumlah anggota yang setuju pada resolusi-resolusi tahun lalu.
“Kami mengandalkan dukungan yang luas dari keanggotaan (PBB).
Apa yang dipertaruhkan bukan hanya nasib Ukraina, tapi juga rasa hormat terhadap kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas teritorial setiap negara,” kata Duta Besar Uni Eropa Olof Skoog, yang membantu dalam memimpin penyusunan resolusi itu.
Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy menolak untuk memberi komentar terhadap rancangan resolusi tersebut.
Resolusi itu diterima negara-negara anggota pada Rabu (15/2).
Majelis Umum PBB telah menjadi jalur fokus untuk melakukan aksi terhadap Ukraina, karena Dewan Keamanan PBB, yang beranggotakan 15 negara, tidak dapat melakukan apa-apa karena hak veto salah satunya dipegang Rusia.
Selain Rusia, Amerika Serikat, China, Prancis, dan Inggris, juga memegang hak veto Dewan Keamanan PBB.
Pada 2022, Dewan Keamanan telah mengadakan puluhan pertemuan untuk berdiskusi tentang Ukraina, dan akan kembali membahas tentang perang itu pada pertemuan tingkat menteri pada Jumat (24/2).
Beberapa diplomat mengatakan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mungkin tidak akan menghadiri pertemuan itu di New York.
Resolusi Majelis Umum memang tidak mengikat secara hukum, tetapi mendatangkan beban politik.
Ukraina menginginkan Majelis Umum untuk memasukkan 10 poin rencana perdamaian yang diusulkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ke dalam proposal resolusi itu, Namun, para diplomat mengatakan rancangan itu disederhanakan dalam upaya untuk mengumpulkan dukungan sebanyak mungkin.