Minyak naik di Asia didorong harapan Fed perlambat kenaikan suku bunga

0
62
[url=http://www.istockphoto.com/search/lightbox/18181579] [IMG]http://s1.zrzut.pl/Ag1lkAv.jpg[/IMG] [/url]

Harga minyak menguat di awal perdagangan Asia pada Jumat pagi, di tengah optimisme bahwa Federal Reserve AS akan mengakhiri siklus pengetatannya, mendukung ekonomi dan meningkatkan permintaan bahan bakar.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret terangkat 48 sen atau 0,6 persen, menjadi diperdagangkan di 86,64 dolar AS per barel pada pukul 01.13 GMT.

Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS bertambah 54 sen atau 0,7 persen, menjadi diperdagangkan pada 80,87 dolar AS per barel.

Kedua harga acuan berada di jalur untuk kenaikan minggu kedua berturut-turut.

Keduanya ditutup sekitar 1,0 persen lebih tinggi pada Kamis (19/1), mendekati level penutupan tertinggi sejak 1 Desember.

Menurut sebagian besar ekonom dalam jajak pendapat Reuters, Fed akan mengakhiri siklus pengetatannya setelah kenaikan 25 basis poin pada masing-masing dari dua pertemuan kebijakan berikutnya, dan kemungkinan akan mempertahankan suku bunga stabil setidaknya untuk sisa tahun ini.

Presiden Federal Reserve Bank of New York John Williams mengatakan pada Kamis (19/1) bahwa bank sentral AS memerlukan lebih banyak kenaikan suku bunga ke depan, dan melihat tanda-tanda tekanan inflasi mungkin mulai mendingin dari tingkat yang terik.

Sejumlah pejabat Fed lainnya telah menyatakan dukungan untuk penurunan laju kenaikan suku bunga.

Sementara itu indeks dolar menuju penurunan mingguan kedua berturut-turut.

Dolar yang lebih lemah membuat minyak mentah yang dihargai dalam mata uang AS, lebih murah bagi pembeli asing.

Juga memperluas dukungan terhadap harga, permintaan minyak China naik hampir 1 juta barel per hari (bph) dari bulan sebelumnya menjadi 15,41 juta barel per hari pada November, level tertinggi sejak Februari tahun lalu, menurut angka ekspor terbaru yang diterbitkan oleh Joint Organizations Data Initiative.

Sebuah rebound dalam ekonomi China dan perjuangan industri minyak Rusia di bawah sanksi Barat dapat memperketat pasar energi pada 2023, kepala Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol mengatakan pada Kamis (19/1).