Pengamat Filipina: Laut China Selatan bisa jadi sumber kesejahteraan

0
84

Negara-negara yang terlibat dalam klaim di Laut China Selatan (LCS) dinilai perlu melihat kawasan tersebut sebagai sumber kesejahteraan dan perdamaian bagi semua pihak, alih-alih menjadi sumber permasalahan.

Hal itu dikatakan oleh pengamat politik luar negeri asal Filipina Anna Malindog-Uy dalam diskusi “The Future of Indo-Pacific Security Architecture; ASEAN and IPMDA under US-China Geopolitical Competition” yang digelar secara daring, Rabu.

“Situasi yang ideal untuk LCS saat ini adalah untuk negara-negara yang terlibat agar melihat gambaran yang lebih luas,” katanya.

Ketimbang menjadi pusat konflik, negara-negara itu seharusnya dapat menjadikan LCS sebagai kawasan yang dapat menghasilkan kesejahteraan dan perdamaian bagi semua orang, serta menjadi ruang untuk kerja sama di antara negara-negara yang mengeklaim kawasan tersebut.

Bahkan, kata dia, kerja sama itu dapat melibatkan negara lain yang turut memiliki kekhawatiran terhadap kawasan itu.

“Saya memahami bahwa ini adalah tugas yang berat dan tidak mudah,” ujarnya.

Namun, dia menambahkan bahwa skema kerja sama semacam itu dapat dilandasi oleh deklarasi Zona Perdamaian, Kebebasan dan Netralitas (Zone of Peace, Freedom, and Neutrality/ZOPFAN) ASEAN.

“Jika kita ingat, ZOPFAN adalah deklarasi yang dibuat oleh negara-negara anggota ASEAN untuk menjaga Asia Tenggara bebas dari intervensi kekuatan luar …

yang berupaya memperluas area kerja sama di negara-negara Asia Tenggara, bahkan mungkin negara ketiga, seperti China dan Amerika Serikat, dan lainnya,” papar Malindog-Uy.

Pengamat dari lembaga PHIL-BRICS Strategic Studies itu menambahkan bahwa isu terkait LCS memang bukanlah hal yang mudah, karena begitu kompleks dan begitu banyak kepentingan yang tumpang tindih.

Ia mengungkapkan keyakinannya bahwa solusi semacam itu dapat menjadi jalan keluar paling efektif, mengingat permasalahan LCS mungkin akan memakan waktu lebih lama untuk diselesaikan.

“Saya rasa yang terbaik ke depannya adalah agar fokus pada ‘low politics’ alih-alih ‘high politics’,” katanya.

Istilah high politics yang ia sebut merujuk pada isu kedaulatan dan isu-isu tingkat tinggi lain yang mungkin belum dapat diselesaikan dalam waktu dekat.