Otoritas Jepang sedang mempertimbangkan untuk meningkatkan hampir tiga kali lipat jumlah unit kemampuan pertahanan Pasukan Bela Diri yang dilengkapi dengan intersepsi rudal balistik di pulau-pulau terpencil di barat daya negara itu pada akhir tahun fiskal 2031.
Hal itu disampaikan dalam sebuah naskah rencana yang diharapkan akan dimasukkan dalam Panduan Program Pertahanan Nasional Pemerintah Jepang, yakni suatu kebijakan pembangunan pertahanan selama 10 tahun yang akan diperbarui pada akhir tahun ini.
Langkah tersebut diambil Pemerintah Jepang karena negara tersebut berfokus pada peningkatan kemampuan pertahanannya, terutama di barat daya yang merupakan area strategis penting di Jepang, mengingat adanya ketegangan militer dengan China di Laut China Timur.
Menurut naskah yang diperoleh Kyodo News pada Minggu (4/12), Jepang berencana untuk meningkatkan jumlah unit pertahanan rudal balistik SDF di Kepulauan Nansei hingga 11 unit dari empat unit yang ada saat ini pada tahun fiskal yang berakhir pada Maret 2032.
Nansei adalah sebuah rangkaian pulau yang membentang dari barat daya Kyushu, Jepang menuju Taiwan.
Di antara tujuh unit pertahanan rudal tersebut, enam akan berbasis di prefektur selatan Okinawa dan satu akan dikerahkan di Pulau Amami-Oshima di barat daya Prefektur Kagoshima, berdasarkan naskah rencana tersebut.
Selain itu, naskah itu juga menyebutkan bahwa total 14 unit pertahanan rudal darat-ke-udara di seluruh Jepang akan mendapatkan kemampuan baru untuk mencegat rudal, termasuk tujuh yang ada di area-area yang telah disebutkan itu.
Rencana itu juga mengatakan bahwa peluru kendali jarak menengah Tipe-03 milik Pasukan Bela Diri Darat Jepang, yang awalnya dirancang untuk mencegat pesawat, akan direnovasi sehingga dapat menembak jatuh rudal balistik, dan itu akan dikerahkan pada tahun fiskal 2026.
Rudal darat-ke-udara yang ada saat ini rencananya akan dimodifikasi untuk melawan senjata luncur hipersonik, yang diyakini sedang dikembangkan oleh negara-negara seperti China dan Rusia.
Modifikasi itu akan dilakukan sebelum dimulainya produksi massal yang dijadwalkan pada tahun fiskal 2029 dan penyaluran dana pada tahun fiskal 2032 sesuai rencana.
Untuk menghadapi tantangan keamanan yang meningkat seperti pembangunan militer Beijing, peluncuran rudal balistik secara berulang oleh Pyongyang dan perang berkepanjangan di Ukraina, Perdana Menteri Fumio Kishida telah berjanji untuk “secara fundamental” meningkatkan kemampuan pertahanan Jepang dengan meningkatkan anggaran pertahanan secara substansial.
Pedoman Program Pertahanan Nasional Jepang akan diganti namanya menjadi Strategi Pertahanan Nasional, sejalan dengan konvensi penamaan militer Amerika Serikat, saat pedoman itu dijadwalkan untuk direvisi pada akhir 2022 bersama dengan dua dokumen pemerintah terkait pertahanan lainnya, termasuk Strategi Keamanan Nasional, yakni sebuah pedoman kebijakan keamanan jangka panjang.
Sejalan dengan peningkatan kemampuan pertahanan misilnya, Pemerintah Jepang bermaksud untuk membangun kemampuan serangan pangkalan musuh atau “kemampuan serangan balik”.
Pemerintah mengatakan bahwa sistem pertahanan misil saja tidak cukup untuk Jepang menghadapi kemajuan pesat pengembangan teknologi misil oleh negara-negara seperti China, Korea Utara, dan Rusia.
Dikenal dengan Konstitusi yang menolak perang sejak 1947, Jepang kemungkinan akan memasukkan gagasan kontroversial dalam upaya memperoleh kemampuan serangan balik dalam Strategi Keamanan Nasionalnya.
Kemampuan serangan balik itu akan memungkinkan Jepang untuk menembak dan melumpuhkan rudal musuh sebelum diluncurkan dari wilayah asing.