Komite 6 Januari DPR AS mewawancarai Hope Hicks, ajudan lama mantan Presiden AS Donald Trump, menurut seseorang yang mengetahui pertemuan itu.
Wawancara yang berlangsung pada Selasa (25/10) itu dilakukan seiring hampir berakhirnya penyelidikan dan telah dipanggilnya Trump oleh komite untuk diwawancarai beberapa minggu mendatang.
Orang itu meminta identitasnya disembunyikan untuk membahas pertemuan tertutup tersebut.
Hicks tidak memainkan peran yang besar dalam tanggapan Gedung Putih terhadap peristiwa pemberontakan 6 Januari 2021, di mana ratusan pendukung Trump menerobos masuk ke gedung Kongres AS dan mengganggu proses pengesahan kemenangan Presiden Joe Biden dalam Pilpres AS 2020.
Pembantu Trump dalam bidang komunikasi itu masih bekerja di Gedung Putih saat peristiwa terjadi namun mengundurkan diri beberapa hari kemudian.
Tetap saja, Hicks merupakan salah satu ajudan Trump yang paling dipercaya.
Ia juga selalu dilibatkan dalam beberapa pesan teks dan email pada hari itu, sebelum Trump menyampaikan pidato di halaman Gedung Putih dan sebelum kekerasan terjadi di gedung Kongres, menurut CNN, yang memperoleh salinan pesan teks yang diserahkan mantan Kepala Staf Gedung Putih Mark Meadows.
Hicks sendiri sudah tidak asing lagi dengan penyelidikan yang menjerat mantan atasannya itu.
Ia menjadi saksi kunci dalam penyelidikan mengenai Rusia yang menyeret mantan penasihat khusus Robert Mueller, di mana ia menyampaikan informasi penting kepada kantor penasihat khusus itu mengenai upaya Trump untuk menghalangi penyelidikan tersebut.
Namun Hicks menolak menjawab pertanyaan mengenai pekerjaannya di Gedung Putih kepada anggota DPR AS dari Partai Demokrat, yang menyelidiki mantan presiden Trump tahun 2019 setelah laporan Mueller keluar, dengan alasan masalah hak istimewa.
Surat kabar New York Times yang melaporkan pertama kali mengenai wawancara Hicks dengan Komite 6 Januari DPR AS.
Komite itu telah mewawancarai lebih dari 1.000 orang saksi, termasuk beberapa pejabat dan pembantu Gedung Putih, serta telah menetapkan bahwa Trump sesungguhnya telah berulang kali diberitahu oleh beberapa penasihat terdekatnya bahwa ia telah kalah dalam Pilpres AS 2020.
Akan tetapi, Trump terus menyebarluaskan klaim keliru bahwa telah terjadi kecurangan pemilu dan para pendukungnya yang menyerbu gedung Kongres AS juga meneriakkan hal serupa.
Komite beranggotakan sembilan orang itu telah mengirimkan surat kepada pengacara Trump pekan lalu untuk meminta kesaksiannya, baik secara langsung di gedung Kongres maupun secara virtual, “dimulai pada atau sekitar” 14 November dan dapat terus berlangsung selama beberapa hari bila diperlukan.
Surat itu juga menjabarkan sederet permintaan akan berbagai dokumen, termasuk komunikasi pribadi Trump dengan anggota Kongres AS dan kelompok-kelompok ekstremis.
Trump belum menanggapi surat panggilan, alias subpoena, tersebut.
Komite DPR AS itu telah menggelar sembilan sidang penyelidikan tahun ini dan diperkirakan akan menerbitkan laporan akhir mereka pada akhir tahun.