Harga minyak turun di sesi Asia pada Jumat sore, di tengah kekhawatiran resesi dan dolar AS yang lebih kuat meskipun kerugian dibatasi oleh kekhawatiran pasokan setelah mobilisasi cadangan militer Moskow dalam perangnya dengan Ukraina dan kebuntuan dalam pembicaraan tentang menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran.
Minyak mentah berjangka Brent tergelincir 46 sen atau 0,5 persen, menjadi diperdagangkan di 90,00 dolar AS per barel pada pukul 06.30 GMT.
Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS juga merosot 46 sen atau 0,55 persen, menjadi diperdagangkan di 83,03 dolar AS per barel.
Kontrak acuan Brent dan WTI masing-masing turun 1,4 persen dan 2,4 persen sejauh minggu ini.
“Setelah percepatan kenaikan suku bunga oleh bank-bank sentral utama, risiko resesi ekonomi global membayangi masalah pasokan di pasar minyak, meskipun ada eskalasi baru-baru ini dalam perang Rusia-Ukraina,” kata analis CMC Markets Tina Teng.
“Namun, penurunan tajam dalam SPR AS dan penarikan persediaan mungkin masih membuat harga minyak didukung di beberapa titik karena masih ada masalah kekurangan pasokan yang tak terhindarkan di pasar fisik, sementara kesepakatan nuklir Iran menemui jalan buntu,” katanya, mengacu pada minyak mentah di Cadangan Minyak Strategis AS yang turun pekan lalu ke level terendah sejak 1984.
Menyusul kenaikan suku bunga besar-besaran 75 basis poin Federal Reserve AS pada Rabu (21/9/2022) untuk ketiga kalinya, bank sentral di seluruh dunia juga mengikuti kenaikan suku bunga, meningkatkan risiko perlambatan ekonomi.
“Harga minyak mentah tetap bergejolak karena pedagang energi bergulat dengan prospek permintaan yang memburuk yang masih rentan terhadap kekurangan,” kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, dalam sebuah catatan, dikutip dari Reuters.
“Risiko pasokan dan kondisi pasar yang ketat akan memberi minyak beberapa dukungan di atas level 80 dolar AS, tetapi penurunan yang lebih cepat ke resesi global akan membuat harga tetap tertekan.” Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 telah terhenti karena desakan Teheran pada penutupan penyelidikan pengawas nuklir PBB, mengurangi harapan kebangkitan kembali minyak mentah Iran.