Markas besar militer Amerika, Pentagon, mengatakan Menteri Pertahanan Lloyd Austin melakukan percakapan telepon dengan rekannya dari China pada Rabu (20/4).
Percakapan ini adalah kontak pertama antara dua kepala pertahanan sejak Presiden Joe Biden menjabat.
Dalam pernyataan, Sekretaris Pers Pentagon John Kirby mengatakan Austin berbicara dengan Menteri Pertahanan China Jenderal Wei Fenghe sebagai tindak lanjut dari pembicaraan telepon baru-baru ini antara Presiden Biden dan Presiden China Xi Jinping.
“Menteri Austin dan Jenderal Wei membahas hubungan pertahanan AS-RRT, isu-isu keamanan regional, dan invasi Rusia yang tak beralasan ke Ukraina,” kata pernyataan Pentagon, merujuk pada Republik Rakyat China.
Seorang pejabat senior departemen pertahanan yang memberikan informasi latar belakang, mengatakan kepada wartawan bahwa Austin tidak mengharapkan terobosan besar tentang masalah-masalah utama dengan Wei dalam percakapan sekitar 45 menit itu.
Pejabat itu mengatakan keduanya berbicara melalui saluran telepon aman yang dibentuk pada 2008 oleh Pentagon dan Kementerian Pertahanan Nasional China.
Austin dan Biden secara terang-terangan telah menjadi kritikus kebijakan China sejak Biden menjabat.
Keduanya berulang kali mengkritik China karena provokasi militernya terhadap Taiwan.
Biden juga menuduh Beijing melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis minoritas dan dalam upayanya meredam pendukung prodemokrasi di Hong Kong.
Kekhawatiran Amerika dan Australia muncul tentang kesepakatan keamanan antara China dan Kepulauan Solomon.
Rancangan perjanjian itu, yang dirilis secara online, menunjukkan bahwa perjanjian itu mencakup ketentuan yang akan memungkinkan Beijing mengirim polisi dan tentara bersenjata ke kepulauan itu, dan menempatkan kapal angkatan lautnya di lepas pantai Solomon.
Australia dan Amerika khawatir Beijing akan meningkatkan kehadiran militernya di kepulauan itu, yang terletak kurang dari 2.000 kilometer dari Australia.
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri China yang mengumumkan kesepakatan itu pada Selasa menepis kekhawatiran itu dan menuduh Amerika dan Australia “sengaja melebih-lebihkan ketegangan.”