Sebagian investor mengambil beberapa keuntungan di minggu lalu setelah reli harga minyak sejak awal Desember, hal ini justru membuat pasar terlihat semakin panas dalam jangka pendek. Para manajer investasi dan pengelola uang lainnya menjual setara dengan 18 juta barel dalam enam kontrak berjangka dan opsi paling penting terkait minyak bumi dalam seminggu hingga 25 Januari.
Penjualan terjadi setelah membeli setara dengan 217 juta barel selama lima minggu sebelumnya dan harga Brent telah naik lebih dari $17 per barel, atau 25%, dalam waktu kurang dari dua bulan.
Sebagian besar penyesuaian berasal dari penjualan posisi beli bullish sebelumnya kurang dari 17 juta bareldaripada inisiasi short bearish baru kurang lebih 2 juta yang mengonfirmasi kemungkinan didorong oleh aksi ambil untung. Penjualan dipimpin oleh NYMEX dan ICE WTI sebanyak kurang dari 20 juta barel dan pada tingkat lebih rendah Brent kurang 5 juta.
Sebelum aksi jual, WTI memanas, dengan posisi beli melebihi jumlah jual lebih dari 9:1,untuk semua minggu sejak 2013 dibandingkan dengan kurang dari 5:1 untuk Brent .
Aksi ambil untung ini memang berskala kecil, sehingga investor masih sangat optimistis terhadap minyak, dengan posisi bersih untuk beli sebanyak 743 juta barel di keenam kontrak dan posisi beli melebihi jumlah jual sebesar 6:1 .
Sementara itu, persediaan minyak bumi global berada di bawah rata-rata lima tahun pra-pandemi dan diperkirakan akan semakin ketat karena ekonomi terus pulih dari resesi terkait pandemi dan penerbangan penumpang internasional dilanjutkan.
Sebagaimana terlihat dalam enam bulan kebelakang di bursa berjangka, dimana minyak mentah Brent dan WTI termasuk yang paling parah pasokannya selama sepertiga abad. Ini konsisten dengan para pedagang yang mengharapkan persediaan rendah dan turun. Namun, dengan harga dan spread yang telah meningkat begitu pesat dalam waktu yang singkat, dan kekhawatiran tentang inflasi yang mengaburkan prospek ekonomi, setidaknya beberapa pelaku pasar memutuskan untuk merealisasikan beberapa keuntungan.
