Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengatakan pengembangan senjata negaranya diperlukan untuk menghadapi kebijakan permusuhan dari Amerika Serikat dan pembangunan militer di Korea Selatan yang mengancam stabilitas Semenanjung Korea.
Menurut laporan kantor berita Korut KCNA, Kim mengatakan dalam pidatonya pada Pameran Pengembangan Pertahanan bahwa Pyongyang hanya meningkatkan kemampuan militernya untuk membela diri, bukan untuk memulai perang.
“Kami tidak membahas perang dengan siapa pun, melainkan untuk mencegah perang dan menghindari perang demi perlindungan kedaulatan nasional,” kata Kim.
Pernyataan itu ia sampaikan ketika berdiri di depan berbagai senjata, termasuk rudal balistik antarbenua Hwasong-16, berdasarkan foto yang dirilis di surat kabar partai berkuasa Rodong Sinmun.
Hwasong-16 adalah rudal balistik antarbenua terbesar Korut dan diluncurkan pada parade militer, tetapi belum diuji coba.
Pernyataan AS bahwa mereka tidak memiliki perasaan bermusuhan terhadap Korut sulit dipercaya dalam menghadapi “penilaian dan tindakan yang salah” yang terus berlanjut, kata Kim, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Menurut Kim, upaya “tidak terbatas dan berbahaya” oleh Korsel untuk memperkuat militernya “menghancurkan keseimbangan militer di Semenanjung Korea dan meningkatkan ketidakstabilan dan bahaya militer”.
“Dengan dalih tidak masuk akal untuk menekan ancaman kami, Korea Selatan telah secara terbuka menyatakan keinginannya untuk mengungguli kami dalam kekuatan militer di berbagai kesempatan,” ujar Kim.
Korut dan Korsel terlibat dalam perlombaan senjata, dengan kedua belah pihak menguji rudal balistik jarak pendek yang semakin canggih serta perangkat keras lainnya.
Korsel baru-baru ini melakukan uji coba peluncuran rudal balistik kapal selam pertamanya.
Negara itu berencana untuk membangun senjata baru yang besar termasuk kapal induk, dan telah membeli pesawat tempur siluman F-35 buatan Amerika.
Sementara Korut telah melanjutkan program misilnya, yang para analis sebut sebagai ekspansi besar-besaran dari reaktor nuklir utamanya yang digunakan untuk memproduksi bahan bakar untuk bom nuklir.
AS mengatakan bersedia mengadakan pembicaraan diplomatik kapan saja dengan Korut, tetapi Pyongyang mengatakan tidak tertarik selama Washington mempertahankan kebijakan permusuhan seperti sanksi dan kegiatan militer di Korsel.