JAVAFX – Berikut ini adalah 7 hal yang harus anda ketahui sebelum melakukan transaksi hari ini, Senin (14/01).
- Data Inflasi AS. Sejumlah analis memperkirakan bahwa harga konsumen AS (CPI) akan turun 0,1% dari bulan lalu. Namun CPI Inti, yang tidak menghitung harga pangan dan bahan bakar, diperkirakan akan naik sebesar 0,2% dibulan Desember. Secara tahunan, diperkirakan akan naik 2,2%, lebih tinggi dari perkiraan yang disampaikan oleh The Fed sebesar 2% saja. Data yang diumumkan oleh pemerintah AS menyatakan untuk pertama kalinya dalam sembilan bulan terjadi penurunan pada bulan Desember. Faktor penurun adalah menurunnya harga bahan bakar, meski inflasi inti tetap kuat karena biaya sewa rumah dan perawatan kesehatan terus meningkat. Departemen Tenaga Kerja mengatakan pada hari Jumat CPI turun minus 0.1 persen, penurunan pertama dan pembacaan terlemah sejak bulan Maret. CPI tidak berubah pada bulan November. Dalam 12 bulan hingga Desember, CPI naik 1,9 % setelah meningkat 2,2 % pada bulan November. Angka yang dirilis sejalan dengan ekspektasi. Termasuk CPI secara tahunan yang naik 2.2 %.
- Penurunan Dolar AS. Kembali, Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell menyuarakan pendapatan yang bernada dovish. Hal ini mendorong Dolar AS kembali tertekan atas sejumlah mata uang lainnya. The Fed akan lebih bersikap sabar dan fleksible dalam kebijakan moneter kedepannya.Ini menjadi isyarat bahwa The Fed tidak akan buru-buru dalam menaikkan suku bunga kembali. Para pengambil kebijakan akan lebih memperhatikan sejumlah indikator ekonomi. Mereka berharap, sebelum melakukan pengetatan akan mempertimbangkan dampak bagi perekonomian AS secara keseluruhan. Khususnya dengan tingkat inflasi yang rendah dan masih dibawah target, Powell menegaskan mereka akan lebih bersabar dan hati-hati.Setidaknya dua kali kenaikan ditahun ini masih tetap.
- Bursa saham AS berakhir turun dalam perdagangan diakhir pekan, Jumat (11/01) namun kinerja mingguan masih membukukan kenaikan. Hasil ini masih cukup membantu Indek Dow Jones dan S&P 500 untuk keluar dari zona bearish. Kenaikan dipicu kemajuan pembicaraan dalam Perang Dagang AS – China.
- Penutupan sebagian layanan pemerintah akan menandai rekor terpanjang dalam 23 hari. Pada titik ini, investor akan lebih memperhatikan sejauh mana peluang Donald Trump mengakhiri krisis pemerintahannya. Sejauh ini investor di Wall Street telah menikmati keuntungan yang solid dan menjadikan sentiment ini sebagai momentum untuk membukukan sementara keuntungan yang diraih.
- Sejumlah bank besar, seperti dari Citigroup dan JPMorgan Chase & Co. Kedua bank ini akan menandai awal musim laporan pendapatan yang tidak resmi. Bagi investor, laporan ini setidaknya bisa menawarkan petunjuk baru tentang kesehatan perusahaan-perusahaan Amerika. Sementara itu, pihak General Motors mengatakan pihaknya melihat adanya peluang kenaikan laba untuk 2018 dan memperkirakan kinerja yang lebih kuat pada 2019.
- Harga minyak mentah turun berbalik dari penguatan sehari sebelumnya. Kenaikan sebelumnya merupakan kenaikan beruntun terpanjang selama sembilan tahun terakhir, sekaligus mencetak kenaikan mingguan kedua berturut-turut. Dengan kenaikan yang terjadi, secara teknis, jeda harga saat ini adalah hal yang wajar. Harga minyak naik terlalu tinggi terlalu cepat, tanpa jeda sehingga investor butuh sebuah momentum untuk mengambil keuntungan di sekitar level resistensi utama. Pun demikian, kenaikan harga ini memang tidak terlihat terlalu cerah. Ada masalah dalam hal pasokan minyak, khususnya yang dilakukan oleh negara produsen non-OPEC cenderung naik, sayangnya prospek permintaan global tidak terlihat terlalu bagus tahun ini.
- Laju kenaikan harga emas tertahan setelah Dolar AS naik tipis menggagalkan kembali upaya Emas menembus $1.300 per troy ons. Naiknya harga emas juga didukung oleh sikap The Federal Reserve, yang memutuskan untuk “tidak terburu-buru” dalam menaikkan suku bunga. Sikap dovish ini semakin menguatkan kenaikan harga logam mulia setelah operasional pemerintahan AS ditutup, Shutdown. Ini menjadi rekor penutupan terlama dalam pemerintah AS hingga kini. Belum lagi masalah Brexit dan persoalan perang tarif yang terus berlanjut, semuanya menjadi katalis bagi penguatan harga emas lebih lanjut.(WK)